Tanggal 23 Februari 1969,
Jam 08:36:56,6 WITA
Epic: 3,118 LS – 118,8711 BT,
Depth: 13 Km.
Magnitudo: 6,9 SR
Gempa Majene terjadi pada 23 Februari 1969 dengan kekuatan 6,9 SR pada kedalaman 13 Km. Gempa tersebut menyebabkan 64 orang meninggal, 97 orang luka-luka dan 1.287 tempat tinggal serta masjid mengalami kerusakan berat dan ringan. Dermaga pelabuhan pecah sepanjang 50 m, timbul tsunami dengan ketinggian gelombang empat meter di Palatoang dan 1,5 m di Parasanga dan Palili.
Penyebabnya adalah Keaktifan Patahan Saddang yang dipengaruhi adanya aktivitas tektonik lain di wilayah Sulsel, di antaranya pemekaran dasar laut di sekitar selat Makassar yang bergerak ke arah Barat dan Timur.
Pergerakan yang ke Timur otomatis akan menekan daerah di sekitar sesar atau patahan Saddang. Bukan hanya itu, keaktifan patahan Saddang ini juga diakibatkan adanya penyusupan skala lokal di sekitar danau Tempe dan Sidenreng (sebelah timur Patahan Saddang) yang menyusup ke arah tengara sampai timur serta adanya pemekaran dasar laut di teluk Bone, bergerak ke arah timur dan barat.
Geologi Regional Sulawesi
Secara geology, Pulau Sulawesi dan sekitarnya adalah region yang kompleks. Komplesitas ini dikarenakan pertemuan antara tiga lempeng litosfer: lempeng Australia (ke utara), Lempeng Pasifik (ke barat) dan lempeng Eurasia (ke tenggara).
Selat Makasar, memisahkan paparan Sunda (bagian lempeng Eurasia) dari lengan selatan dan tengah Sulawesi, dibentuk oleh sea floor spreading pada awal Miocen (Hamilton, 1979, 1989; Katili, 1978, 1989). Utara dari pulau ini adalah palung Sulawesi utara yan dibentuk oleh kerak oceanic dari Laut Sulawesi. Kearah tenggara terjadi konvergensi antara lengan tenggara dengan bagian utara laut Banda sepanjang Tolo Thrust (Silver et.al., 1983). Kedua struktur utama ini (Tolo thrust dan palung Sulut) adalah berkaitan dengan Palu-Koro-Matano Fault system
Berdasarkan keadaan litotektonik Pulau Sulawesi dibagi 4 yaitu:
• Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-lutonic Arc) sebagai jalur magmatik (Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda;
• Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia;
• Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen
• Banggai–Sula and Tukang Besi Continental fragments
kepulauan paling timur Banggai-Sula dan Buton merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.
SEJARAH GEOLOGI SULAWESI
Zaman Paleozoikum
Pada periode Perm (280 Ma.) semua daratan menjadi satu benua yaitu benua Pangea.
Pada periode Perm (280 Ma.) semua daratan menjadi satu benua yaitu benua Pangea.
Zaman Mesozoikum
Pada periode Trias (250 Ma), pecahnya Pangea menjadi dua yaitu Laurasia dan Gondwana. Laurasia meliputi Amerika Utara, Eropa dan sebagian besar Asia sekarang. Sampai beberapa tahun belakangan ini pandangan yang umum diterima dalam sejarah geologi adalah bahwa Indonesia dan wilayah sekitar bagian barat (Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan bagian barat Sulawesi) merupakan bagian benua Laurasia, yang belum lama berselang masih terpisahkan dari bagian timur ( bagian Timur Sulawesi, Timor, Seram, Buru, dan seterusnya) yang merupakan bagian benua Gondwana.
Pada periode Trias (250 Ma), pecahnya Pangea menjadi dua yaitu Laurasia dan Gondwana. Laurasia meliputi Amerika Utara, Eropa dan sebagian besar Asia sekarang. Sampai beberapa tahun belakangan ini pandangan yang umum diterima dalam sejarah geologi adalah bahwa Indonesia dan wilayah sekitar bagian barat (Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan bagian barat Sulawesi) merupakan bagian benua Laurasia, yang belum lama berselang masih terpisahkan dari bagian timur ( bagian Timur Sulawesi, Timor, Seram, Buru, dan seterusnya) yang merupakan bagian benua Gondwana.
Pada Periode Jura (215 Ma.), Bagian barat Sulawesi bersama sama dengan Sumatera, Kalimantan, dan daratan yang kemudian akan menjadi kepulauan lengkung Banda dianggap terpisahkan dari antartika dalam pertengahan zaman Jura, atau dengan kata lain, Bagian barat Indonesia bersama dengan Tibet, Birma Thailand, Malaysia dan Sulawesi Barat, terpisah dari benua Laurasia.
Zaman Konozoikum
Pada kurun Eosen (60 Ma) Australia terpisah dari Antartika, vulkanisme mulai timbul di bagian barat Sulawesi.
Pada kurun Eosen (60 Ma) Australia terpisah dari Antartika, vulkanisme mulai timbul di bagian barat Sulawesi.
Pada kurun Oligosen (40 Ma), Posisi Indonesia bagian barat dan Sulawesi bagian barat, posisinya seperti posisi sekarang.
Pada kurun Miosen (25 Ma), Australia, Irian dan bagian timur Sulawesi barangkali terpisahkan dari Irian sebelum bertabrakan dengan Sulawesi bagian barat, pada zaman pertengahan miosen dimana mulai munculnya daratan. Dimana Australia, Sulawesi Timur dan Irian terus bergarak ke utara kira kira 10 cm pertahun.
Peristiwa yang paling dramatik dalam sejarah geologi Indonesia terjadi dalam kurun Miosen, ketika lempeng Australia bergerak ke Utara mengakibatkan melengkungnya bagian timur, lengkung Banda ke Barat. Gerakan ke arah barat ini digabung dengan desakan ke darat sepanjang sistem patahan Sorong dari bagian barat Irian dengan arah timur barat, mengubah kedua masa daratan yang akan menghasilkan bentuk khas Sulawesi yang sekarang. Diperkirakan tabrakan ini terjadi pada 19-13 Ma yang lalu. Kepulauan Banggai Sula bertabrakan dengan Sulawesi timur dan seakan akan menjadi ujung tombak yang masuk ke Sulawesi barat, yang menyebabkan semenanjung barat daya berputar berlawanan dengan arah jarum jam sebesar kira kira 35 derajat, dan bersama itu membuka teluk Bone. Semenanjung Utara memutar ujung utaranya menurut arah jarum jam hampir sebesar 90 derajat ,yang menyebabkan terjadinya subduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi di bawah bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik), sepanjang Alur Sulawesi Utara dan Teluk Gorontalo. Dan Obduksi (penempatan secara paksa suatu bagian kerak bumi diatas bagian lain pada pertemuan dua lempeng tektonik),batuan ultra basis di Sulawesi timur dan tenggara diatas reruntuhan pengikisan atau endapan batuan yang lebih muda yang bercampur aduk.
Diperkirakan juga bahwa, Sulawesi barat bertabrakan dengan Kalimantan timur pada akhir Pliosen (3 Ma. yang lalu) yang sementara itu menutup selat Makasar dan baru membuka kembali dalam periode Kwarter, meskipun tidak ada data pasti yang menunjang pendapat ini. Endapan tebal dari sebelum Miosen di selat Makasar memberikan petunjuk bahhwa Kalimantan dan Sulawesi pernah terpisahkan sekurang-kurangnya 25 Ma. dalam periode permukaan laut rendah, mungkin sekali pada masa itu terdapat pulau-pulau khususnya di daerah sebelah barat Majene dan sekitar gisik Doangdoang. Di daerah Doangdoang, penurunan permukaan air laut sampai 100 m. akan menyebabkan munculnya daratan yang bersinambungan antara Kalimamantan tenggara dan Sulawesi barat daya. Biarpun demikian, suatu pengamatan yang menarik ialah bahwa garis kontur 1000 m di bawah laut di sebelah timur Kalimantan persis sama dengan garis yang sama di Sulawesi barat, sehingga mungkin selat Makasar dulu hanya jauh lebih sempit.
Sulawesi meliputi tiga propinsi geologi yang berbeda-beda, digabung menjadi satu oleh gerakan kerak bumi. Propinsi-propinsi tersebut adalah Sulawesi barat dan timur yang dipisahkan oleh patahan utara barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan Palu Koro), serta Propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang Luwuk dan Semenanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, pulau Buton dan Kep. Sula (yang kenyataannya merupakan bagian Propinsi Maluk
Kegempaan Sulawesi
Sistem Sesar mendatar Sorong ini menerus ke arah timur sampai menumbuk lengan timur Pulau Sulawesi. Pergerakan Sesar ini mengakinatkan terbentuknya zona kompresi tektonik yang kompleks di wilayah Banggai ini dan juga terbentuknya system sesar mendatar Palukoro yang membelah bagian tengah Sulawesi, mulai dari Banggai ke bagian tengah, kemudian mlewati Kota Palu, dan terus ke arah utara . Di zona kompresi Bangai terjadi gempa tahun 2000 (Mw7.6) yang memkan banyak korban dan kerugian. Di sepanjang Sesar Palukoro tercatat sebanyak 4x gempa dengan kekuatan >M7 dalam kurun waktu dua ratus tahun terakhir, termasuk gempa Palu tahun 1938 (M7.9) dan gempa di bagian barat lengan Sulawesi utara pada tahun 1996 (M7.9). Selain di daratan Sulawesi juga mempunyai sumbr gempabumi di bawah laut, yakni dari zona subduksi Sulawesi utara. Di zona subduksi ini tercatat kejadian gempa berpotensi tsunami pada tahun 1904 (Mw8.4). Sulwesi Selatan juga tidak luput dari bencana gempa dan tsunami. Di wilayah ini sumber gempa berada di daerah pantai barat dan juga di selatan Makasar. Gempa tahun 1969 (M6.9) dan tahun 1984(M6.6) menyebabkan ratusan korban jiwa di Kabupaten Majene dan Mamuju. Kemudian tahun 1820, gempa disertai tsunami memporakporandakan wilayah Kota Ujung Pandang.